Prosedur Pengembangan dan Pelaksanaan Instrumen Asesmen ABK

Hai sobat suryadisabilitas.com. Kali ini kita akan membahas tentang prosedur pengembangan dan pelaksanaan instrumen asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Silahkan sobat simak prosedur-prosedur yang akan admin dijalaskan di bawah ini. Semoga bermanfaat. Jangan lupa dishare ya.

Posedur Pengembangan dan Pelaksanaan Instrumen Asesmen ABK
Sumber gambar: difabel.tempo.co

Prosedur Pengembangan dan Pelaksanaan Instrumen Asesmen ABK

1. Langkah-langkah penyusunan instrumen asesmen.
 
Untuk mendapatkan data yang akurat dari siswa yang akan diases diperluka instrumen yang memadai. Rochyadi & Alimin (2005) mengemukakan bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh guru dalam penyusunan instrumen asesmen. Langkah penyusunan instrumen yang dimaksud adalah:
  1. Menetapkan aspek dan ruang lingkup yang akan diases
  2. Menetapkan ruang lingkup, yaitu memilih komponen mana dari bidang yang akan diakses.
  3. Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen, dan
  4. Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. 

Berikut penjelasan masing-masing langkah:

1) Memahami aspek dan ruang lingkup yang akan diases.
 
Merujuk kepada ruang lingkup asesmen dalam pendidikan bagi ABK, guru seyogyanya memiliki pemahaman yang komprehensif tentang bidang yang akan diaseskan. Asesmen hanya akan bermakna, jika guru/asesor mengetahui organisasi materi, jenis keterampilan yang akan dikembangkan, serta tahap-tahap perkembangan anak.

Baca juga: Pelaksanaan Identifikasi dan Tindak Lanjut ABK
 
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai ruang lingkup akan diambil contoh salah satu ruang lingkup asesmen perkembangan, yaitu: „keterampilan kognitif dasar‟. 

Untuk memahami aspek-aspek apa saja yang termasuk dalam keterampilan kognitif dasar, maka guru harus mengetahui konsep atau pengertian keterampilan kognitif dasar itu sendiri. Keterampilan kognitif dasar merupakan suatu keterampilan prasyarat untuk mempelajari bidang akademik, khususnya dalam aritmetika. 

Merujuk pada teori perkembangan kognitif dari Piaget (1965) yang mengemukakan bahwa seorang siswa dikatakan siap untuk belajar matematika khususnya aritmetika, apabila ia telah menguasai empat keterampilan kognitif dasar, yang meliputi: klasifikasi, ordering dan/atau seriasi, korespondensi, dan konservasi.
 
Berdasarkan teori tersebut, guru/asesor dapat mempelajari masing-masing dari keempat komponen keterampilan kognitif dasar tersebut. Selanjutnya dari tiap-tiap komponen dikembangkan menjadi sub-sub komponen. 

Dari setiap subkomponen tersebut dapat dijabarkan lagi ke dalam sub-sub komponen yang lebih kecil yang memuat indikator-indikator yang akan dijadikan landasan dalam pembuatan butir-butir soal dalam instrumen asesmen tersebut. 


Untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang ruang lingkup bidang yang akan diases, penyajian materi dalam bentuk matriks, bagan, tabel, atau daftar dapat membantu pemahaman guru/asesor dalam rangka menyusun instrumen asesmen yang dimaksud.
 
2) Menetapkan ruang lingkup, yaitu memilih komponen mana dari bidang yang akan diases
 
Setelah guru/asesor memahami ruang lingkup bidang yang akan diases, langkah selanjutnya adalah memilih komponen/subkomponen mana dari keseluruhan komponen bidang tersebut untuk ditetapkan sebagai komponen/subkomponen yang akan diaseskan. 

Apakah guru memilih salah satu komponen dari bidang keterampilan kognitif dasar tersebut, misalnya komponen klasifikasi, atau memilih dua komponen, yaitu klasifikasi dan ordering, misalnya. 


Setelah guru/asesor menetapkan atau memilih komponen mana yang akan diases, langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen asesmen tentang komponen yang dipilih/ditetapkan dari keseluruhan komponen bidang yang akan diases.
 
3) Menyusun kisi-kisi instrumen asesmen
 
Untuk menentukan instrumen asesmen dari keterampilan/ subketerampilan tertentu, guru/ asesor seyogyanya membuat kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi ini bertujuan untuk mempermudah dalam membuat soal atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. 

Yang paling penting dalam membuat kisi-kisi instrumen ini adalah pemahaman secara komprehensif tentang keterampilan/ subketerampilan yang telah dipilih/ditetapkan untuk diaseskan, baik pengertiannya maupun ruang lingkupnya. 

Tidak ada peraturan yang baku mengenai penyusunan kisi-kisi ini, namun berdasarkan pengalaman penulis, untuk memudahkan dan memberikan gambaran yang menyeluruh sebaiknya disusun dalam sebuah table atau daftar. 

Tabel kisi-kisi ini yang berisi kolom-kolom:
  1. Keterampilan
  2. Subketerampilan, dan
  3. Indikator .

4) Mengembangkan butir soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat
 
Setelah menyusun kisi-kisi instrumen, langkah selanjutnya adalah mengembangkan butir-butir soal tentang keterampilan/subketerampilan dari kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Sama halnya dengan penyusunan kisi-kisi, pengembangan butir soal dapat dibuat dalam bentuk daftar atau tabel. 

Butir-butir soal dikembangkan berdasarkan indikator-indikator yang telah dijabarkan dari subkomponen/ subketerampilan yang telah dipahami baik pengertiannya maupun ruang lingkupnya.
 
2. Pengembangan Instrumen Asesmen.
 
Untuk dapat mengembangkan instrumen asesmen ada beberapa prosedur atau strategi yang dapat dipilih, yaitu asesmen formal dan asesmen informal. Asesmen formal dilakukan dengan menggunakan tes baku yang dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan tes, kunci jawaban, cara menafsirkan hasilnya, dan alternatif penanganan anak yang bersangkutan. 

Penyusunan asesmen formal memerlukan keahlian tinggi, waktu yang lama, dan biaya yang besar, karena harus didasarkan atas validitas tertentu, memerlukan perhitungan reliabilitas, dan tiap butir soal perlu dikalibrasi untuk mengetahui daya pembeda dan derajat kesulitannya. Karena penyusunan instrumen asesmen formal tidak mudah, maka tidak mudah pula untuk menemukan instrumen asesmen formal tersebut. 

Oleh karena itu para ahli di bidang pendidikan bagi ABK umumnya mempercayai bahwa asesmen informal merupakan cara yang terbaik untuk memperoleh informasi tentang penguasaan anak.

Berbagai observasi tentang perilaku anak sehari-hari dalam menyelesaikan tugasnya atau hasil tes bidang tertentu yang dibuat oleh guru berdasarkan kurikulum dapat menyajikan informasi yang sangat berharga sebagai landasan pelayanan pengajaran bagi ABK. 

Yusuf, M (2005) mengemukakan beberapa jenis asesmen informal yang dapat digunakan guru, seperti: observasi, analisis sampel kerja, inventori informal, daftar cek, skala penilaian, wawancara, dan kuesioner.

Observasi, adalah suatu strategi pengukuran dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap perilaku siswa, misalnya keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan kebiasaan belajar. 

Adapun teknik yang dapat digunakan berupa: event recording (catatan berdasarkan frekuensi kejadian), duration recording (mencatat perilaku berdasarkan lamanya kejadian), interval time sample recording (mencatat hasil amatan berdasarkan interval waktu kejadian). 

 Agar pelaksanaan observasi ini efisien dan akurat, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
  1. tentukan perilaku yang akan diamati.
  2. perilaku harus dapat diamati dan diukur
  3. tentukan waktu dan tempat.
  4. Sediakan form catatan, dan 
  5. Cara pengukuran.
Analisis sampel kerja, merupakan jenis pengukuran informal dengan menggunakan sample pekerjaan siswa, misalnya hasil tes, karangan, karya seni, respon lisan. Ada beberapa tipe analisis sample kerja, yaitu: analisis kesalahan dari suatu tugas dan analisis respon, baik respon yang benar maupun yang salah.

Analisa Tugas, lebih banyak digunakan untuk pengukuran maupun perencanakan pengajaran. Analisa tugas merupakan proses pemisahan, pengurutan, dan penguraian sebuah komponen penting dari semua tugas. Analisa tugas umumnya digunakan dalam bidang menolong diri sendiri. 

Misalnya tugas menyetrika baju/dari tahapan-tahapan yang dilakukan anak. Infentori Informal, biasanya digunakan untuk melihat prestasi siswa dalam bidang akademik. Meskipun demikian dapat pula digunakan untuk mengukur aspek-aspek non akademik, seperti kebiasaan dan perilaku social.

Inventory informal memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya lebih umum, seperti sejauh mana kemampuan membaca siswa? Dari pertanyaan umum ini dijabarkan ke dalam beberapa bagian yang dapat diuji, seperti dalam pengenalan atau pemahaman bacaan.
 
Daftar Cek, biasanya digunakan untuk meneliti perilaku siswa di dalam kelas, atau patokan-patokan perkembangan. Daftar cek dapat juga untuk mengetahui apa yang sudah dicapai pada masa lalu, kinerja siswa di luar sekolah, kurikulum yang sudah dicapai dan sebagainya.
 
Skala penilaian, memungkinkan diperolehnya informasi tentang opini dan penilaian, bukan laporan perilaku yang dapat diamati. Misalnya sikap terhadap suatu obyek, persepsi anak mengenai pengasuhan orang tua, konsep diri anak dan sebagainya.
 
Kuisioner, biasanya berupa instrumen tertulis, sedangkan wawancara dilakukan secara lisan. Keduanya dapat disusun secara sistematis atau secara terbuka. 

Wawancara dan kuisioner merupakan salah satu teknik asesmen yang cukup tepat untuk menghimpun informasi seseorang termasuk informasi masa lalu, seperti pengalaman masa kecil, kebiasaan di rumah, sejarah perkembangan anak dan sebagainya.
 
Berdasarkan beberapa strategi/teknik dalam melakukan asesmen seperti tersebut di atas, dapat disusun suatu skala pengukuran terhadap aspek tertentu. 

Selanjutnya Yusuf M.(2005) mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan skala pengukuran:
1. Aspek apa yang akan diukur
2. Rumuskan definisi konsep dan operasional
3. Sebutkan indiktor dari aspek yang diukur
4. Susun daftar pertanyaan
5. Pilih tehnik/strategi yang akan digunakan.


3. Metode dan Teknik Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus

Metode atau cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen antara lain:
 Observasi, pengamatan yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku yang muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya.
  1. Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap bidang pengajaran.
  2. Wawancara, dilakukan terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.
Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diharapkan melalui metode di atas adalah:
  • Ceklis, yaitu memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada pedoman sesuai dengan kemampuan anak.
  • Skala nilai, yaitu bentuk penilaian yang mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar siswa.

Adapun bentuk laporan hasil pelaksanaan asesmen dapat berupa:
 
  • Grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
  • Data kualitatif, yaitu deskripsi singkat tentang kemampuan siswa dalam belajar untuk setiap bidang studi.
  • Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Supaya tidak menyesatkan, data kuantitatif ini hendaknya selalu diiringi dengan data kualitatif.
Ada beberapa persyaratan dalam menentukan metode asesmen, yaitu:
 
a. Autentik, perilaku nyata dalam setting nyata
b. Konvergen, sumber informasi yang beragam
c. Kolaborasi, dilakukan bersama, terutama sekali dengan pengasuh
d. Equity, mampu mengakomodasi kebutuhan khusus anak
e. Sensivitas, dapat memasukan materi yang cukup untuk perencanaan keputusan
f. Kongruen, ada kesamaan prosedur yang diterapkan, baik dalam pengembangan maupun evaluasinya.

Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di dalam melakukan asesmen sebagaimana Mary, A.Falvey, (1986) mengemukakan tentang kapan, dimana, dan bagaimana asesmen itu dilakukan.

Untuk menentukan program pembelajaran yang relevan dan fungsional bagi anak, asesmen seyogyanya dilakukan secara terus menerus (kontinyu). Dengan cara ini asesmen dapat memfasilitasi belajar anak dan keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar akan menjadi fungsional.

Untuk melihat bagaimana perilaku anak, asesmen hendaknya dilakukan dalam situasi alamiah (seperti di rumah, di dalam kelas, di kantin, di asrama, dsb. di mana anak tinggal). Proses asesmen pada situasi alamiah ini penting untuk melihat perilaku nyata anak dalam
berbagai ragam situasi/lingkungan.
 
Metode dan teknik harus menjadi pertimbangan di dalam melakukan asesmen. Beberapa teknik dapat digunakan dalam melakukan asesmen, di antaranya: observasi, wawancara, tes, dan inventori. Namun demikian, observasi dan wawancara yang mendalam banyak membantu menggali kemampuan, masalah, dan kebutuhan anak. 

Observasi sangat berguna untuk melihat kemampuan dan keterampilan anak dalam situasi/lingkungan yang alamiah. Perilaku itu muncul tanpa ada intervensi dan manipulasi dari guru. Melalui lembar observasi guru hanya menandai atau menceklis setiap perilaku yang muncul (mis.: tidak pernah, kadang-kadang, sering, atau sering sekali), sehingga akan tampak perilaku yang menjadi masalah pada anak tersebut. 

Data yang dikumpulkan dari kegiatan observasi mungkin berkaitan erat dengan manusia, material, atau benda, dan berbagai situasi yang berhubungan dengan anak. Berdasarkan hasil observasi, guru dapat mengembangkan program pengembangngan perilaku yang bersifat negatif ke arah perilaku yang bersifat positif.


4. Prosedur Pelaksanaan Asesmen

Sebagaimana telah dijelaskan mengenai ruang lingkup materi keterampilan yang akan diases, asesmen juga pada akhirnya akan menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa secara individu. Dan bagaimana cara guru mengajar siswa sehingga memperoleh kemajuan yang optimal.
 
Pada hakikatnya guru mempunyai tugas untuk membantu individu agar dapat belajar. secara baik dan memperoleh hasil yang optimal (sesuai dengan kemampuannya). 

Oleh karena itu, dalam merencanakan program pengajaran, guru hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh siswa baik yang bersifat inter individual maupun yang bersifat intra individual. 

Hal ini sangat penting bagi ABK yang perbedaan individualnya sangat nampak. Perbedaan-perbedaan itu dapat diketahui melalui kegiatan asesmen.

Untuk menentukan apa yang harus diajarkan kepada siswa secara individu, ada beberapa langkah/urutan yang harus diperhatikan. Mercer & Mercer (1989:38) menyarankan sebagai berikut:
1) Determine scope and sequence of skills to be taught, 2) decide what behavior to asses, 3) select an evaluation activity, 4) administer the evaluation device, 5) record the student’s performance, 6) determine the specific short- and long range instructional objectives.


Pernyataan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Pertama, menentukan skop atau bidang dan urutan keterampilan yang akan diajarkan. Untuk dapat melaksanakan hal ini dengan efektif, maka guru harus memahami tingkatan kemampuan siswa dalam bidang-bidang pengajaran tertentu. Hal ini perlu dilakukan mengingat kemampuan antara siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Guru umumnya dapat mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa dan keterampilan yang perlu dikuasainya. Melalui analisis tugas biasanya guru dapat mengidentifikasi keterampilan siswa sampai kepada bagian-bagian yang terkecil.
  2. Memilih tingkah laku yang akan dinilai. Penilaian tingkah laku dimulai dari tingkat yang paling global sampai pada tingkat yang paling spesifik. Tingkah laku global yaitu penggradasian materi kurikulum yang melibatkan tingkah laku siswa dalam rentang keterampilan yang luas. Misalnya dalam bidang membaca meliputi: keterampilan mengenal huruf dan kata, pemahaman kata, dan mungkin pemahaman wacana. Sedangkan tingkah lakuyang spesifik mengacu pada penentuan secara langsung tujuan pengajaran, misalnya: siswa perlu belajar bunyi vokal pendek.
  3. Memilih kegiatan evaluasi. Dalam hal ini guru perlu mempertimbangkan apakah kegiatan itu untuk menilai rentang keteampilan umum atau untuk menilai keterampilan khusus. Apabila penilaian tentang rentang keterampilan dibutuhkan maka hal itu umumnya dilakukan tidak secara kontinyu. Misalnya dua kali dalam setahun. Akan tetapi penilaian keterampilan khusus sebaiknya bersifat kontinyu yang hasilnya dapat digunakan untuk merencanakan berikutnya.
  4. Pengadministrasian alat evaluasi. Pengadministrasian alat evaluasi biasanya diperlukan untuk penilaian awal. Kegiatan ini meliputi identifikasi bidang masalah, pencatatan pola kesalahan, penilaian keterampilan tertentu. Setelah penilaian awal dilaksanakan dan tujuan-tujuan pengajaran ditentukan, maka selanjutnya guru juga perlu menentukan prosedur untuk memonitoring kemajuan
  5. Pencatatan penampilan siswa. Ada dua jenis penampilan siswa yang harus dicatat oleh guru, yaitu penampilan pekerjaan pada sehari-hari yang biasanya dicatat dengan aktivitas buatan guru; dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan yang biasanya dicatat dalam bagan-bagan atau format kemajuan setiap individu yang telah disediakan untuk keperluan tersebut.
  6. Penentuan tujuan pengajaran khusus jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat mengamati tingkah laku yang terjadi dan menggambarkan kriteria penilaian yang berhasil. 

Contoh: tujuan jangka pendek memberi materi berupa huruf-huruf konsonan seperti: b, c, d, e, f, g dan seterusnya. Tujuan jangka panjang memberikan materi berupa rangkaiana huruf vokal dan konsonan, siswa dapat menyebutkan 90% fonem yang benar. 

Dalam hal ini yang penting adalah bahwa tujuan jangka pendek hendaknya langsung memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan jangka panjang.

Sumber: file.upi.edu

Post a Comment for "Prosedur Pengembangan dan Pelaksanaan Instrumen Asesmen ABK"